Jumat, 20 April 2012

Balanced Scorecard pada sektor publik

2.1 Pengertian Kinerja Menurut Helfert (dalam Srimindarti, 2004: 53) Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang dimiliki. Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya (Srimindarti, 2004). Jadi pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kegiatan operasional perusahaan berupa tindakan dan aktivitas suatu organisasi pada periode tertentu sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, pengukuran kinerja adalah penilaian tingkat efektifitas dan efisiensi dari aktivitas organisasi. 2.2 Penilaian Kinerja Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi (Mulyadi, 2001: 416). Penilaian kinerja dapat digunakan sebagai media untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya, melalui umpan balik yang dihasilkan kinerja pada waktunya serta pemberian penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Penilaian kinerja dapat digunakan oleh seorang manajer untuk memperoleh dasar yang obyektif dalam memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang dilakukan masing-masing pusat pertanggungjawaban kepada perusahaan secara keseluruhan. Semua ini diharapkan agar dapat member motivasi dan rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien. Menurut Mulyadi (2001: 420), Penilaian kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama yaitu: a. Tahap persiapan, terdiri dari tiga tahap rinci: 1) Penentuan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggungjawab. 2) Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja. 3) Pengukuran kinerja sesungguhnya. b. Tahap penilaian terdiri dari tiga tahap rinci: 1) Pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. 2) Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standar. 3) Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan. Menurut Hansen dan Mowen (2009), Ukuran kinerja diturunkan dari visi, strategi, dan tujuan perusahan. Ukuran-ukuran tersebut harus diseimbangkan dengan ukuran lain yaitu: a. Ukuran Lag, berupa ukuran hasil dari usaha masa lalu. b. Ukuran Lead, berupa faktor yang menggerakkan kinerja masa depan. c. Ukuran Objektif, ukuran yang bisa langsung dihitung dan diverifikasi. d. Ukuran Subjektif, berupa ukuran yang lebih bersifat praduga. e. Ukuran Keuangan, ukuran yang dinyatakan dalam istilah moneter. f. Ukuran Nonkeuangan, ukuran yang dinyatakan menggunakan unitunit nonmoneter. g. Ukuran Eksternal, berkaitan dengan pelanggan dan pemegang saham. h. Ukuran Internal, berkaitan dengan proses dan kemampuan menciptakan nilai bagi pelanggan. Pengukuran kinerja yang efektif setidaknya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Yuwono, dkk: 2003): a. Didasarkan pada masing masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai dengan perspektif pelanggan. b. Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang customer-validated. c. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan. d. Memberikan umpan balik untuk membantu masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikan. 2.2.1 Penilaian Kinerja Tradisional Pada umumnya organisasi banyak yang masih menggunakan pengukuran kinerja yang lebih menekankan pada aspek keuangan, yaitu lebih sering disebut dengan pengukuran kinerja tradisioanal. Kinerja personal diukur hanya berkaitan dengan keuangan. Kinerja lain seperti peningkatan kompetensi dan komitmen personel, peningkatan produktivitas, dan proses bisnis yang digunakan untuk melayani pelanggan diabaikan oleh manajemen karena sulit pengukurannya. Menurut Mulyadi (2001), ukuran keuangan tidak dapat menggambarkan kondisi riil perusahaan di masa lalu dan tidak mampu menuntun sepenuhnya perusahaan kearah yang lebih baik, serta hanya berorientasi jangka pendek. Oleh karena itu perlu adanya cara pengukuran dan pengelolaan kompetensi yang dapat memicu keunggulan kompetitif organisasi bisnis. Kaplan dan Norton (1996: 7) memaparkan bahwa pengukuran kinerja secara tradisional memiliki beberapa kelemahan yaitu: a. Ketidakmampuannya mengukur kinerja harta-harta tak tampak (intangible assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan, karena itu kinerja keuangan tidak mampu bercerita banyak mengenai masa lalu perusahaan dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik. b. Pengukuran lebih berorientasi kepada manajemen operasional dan kurang mengarah pada manajemen strategis. c. Tidak mampu mempresentasikan kinerja intangible assets yang merupakan bagian struktur asset perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan cenderung mendorong para manajer lebih banyak memperhatikan kinerja jangka pendek dan mengabaikan tujuan jangka panjang. Kinerja keuangan yang baik saat ini adalah hasil dari mengabaikan kepentingan-kepentingan jangka panjang perusahaan. Sebaliknya kinerja keuangan yang kurang baik saat ini bisa terjadi karena perusahaan melakukan investasi demi kepentingan jangka panjangnya. Berdasar kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem pengukuran kinerja tradisional mendorong Kaplan dan Norton (2000) untuk mengembangkan suatu sistem pengukuran kinerja yang memperhatikan empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. konsep ini secara umum dikenal dengan konsep Balanced Scorecard. Balanced Scorecard diterapkan berdasarkan visi dan misi yang telah dimiliki organisasi yang selanjutnya visi dan misi tersebut dituangkan dalam bentuk strategi untuk mencapai tujuan organisasi. 2.2.2 Penilaian Kinerja Organisasi Sektor Publik Konsep pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik adalah bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memperbaiki kinerja pemerintah, pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan, dan mewujudkan pertanggungjawaban publik serta memperbaiki komunikasi pelanggan. 2.2.2.1 Tujuan Penilaian Kinerja Sektor Publik Tujuan pengukuran kinerja sector publik menurut Mardiasmo (2002: 122) adalah: a. Mengkomunikasikan strategi secara lebih mantap. b.Mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi. c. Mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence. d. Alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif rasional. 2.2.2.2 Manfaat Penilaian Kinerja Sektor Publik Manfaat pengukuran kinerja sektor publik menurut Lynch dan Cross (dalam Yuwono, 2002) adalah: a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat kepada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya member kepuasan kepada pelanggan. b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal. c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upayaupaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste). d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran. e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi reward atas perilaku tersebut. Pengertian Balanced Scorecard Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu Balanced dan Scorecard. Adapun beberapa pengertian Balanced Scorecard menurut beberapa ahli: a. Menurut Kaplan dan Norton (1996) Balanced Scorecard terdiri dari 2 kata, yaitu: Scorecard: Yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang yang nantinya digunakan untuk membandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya. Balanced: Menunjukkan bahwa kinerja personel atau karyawan diukur secara seimbang dan dipandang dari 2 aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang dan dari segi intern maupun ekstern. b. Menurut Yuwono, dkk (2003) Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang kinerja bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. c. Menurut Anthony and Govindarajan (2003) Balanced Scorecard merupakan suatu alat untuk melihat jelas organisasi, meningkatkan komunikasi, membangun tujuan-tujuan organisasional dan umpan balik bagi strategi. d. Menurut Hansen dan Mowen (2006: 521) Balanced Scorecard adalah sistem manajemen strategi yang menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tujuan ukuran operasional. e. e. Menurut Tunggal (2002) Konsep Balanced Scorecard merupakan kumpulan ukuran kinerja yang terintegrasi sebagai turunan dari strategi organisasi yang mendukung kinerja organisasi secara keseluruhan. f. Menurut Mulyadi (2005) Balanced Scorecard adalah alat manajemen pada saat ini yang digunakan untuk mendongkrak kemampuan organisasi dalam melipat gandakan kinerja keuangannya. Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Balanced Scorecard merupakan alat ukur manajemen yang mampu mengimplementasikan. Tujuan strategik organisasi organisasi melalui 4 perspektif dasarnya (keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan), dengan tujuan meningkatkan performa organisasi dalam jangka panjang. 2.5 Karakteristik Balanced Scorecard Kaplan dan Norton (2000) menyebutkan bahwa Balanced Scorecard merupakan sebuah sistem manajemen untuk mengimplementasikan strategi, mengukur kinerja yang tidak hanya dari sisi finansial semata melainkan juga melibatkan sisi non finansial, serta untuk mengkomunikasikan visi, strategi, dan kinerja yang diharapkan. Dengan kata lain pengukuran kinerja tidak dilakukan semata-mata untuk jangka pendek saja, tetapi juga untuk jangka panjang. Sehingga suatu organisasi menggunakan fokus pengukuran Balanced Scorecard dalam rangka untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting, yaitu: a. Menterjemahkan Visi Dan Misi Organisasi Untuk menentukan ukuran kinerja perusahaan, visi organisasi dijabarkan ke dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh organisasi di masa mendatang yang biasanya dinyatakan dalam suatu pernyataan atau beberapa kalimat singkat. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan suatu strategi. Tujuan adalah kondisi perusahaan yang akan diwujudkan di masa mendatang dan merupakan penjabaran lebih lanjut visi perusahaan yang mana menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk merumuskannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini dijabarkan ke dalam sasaransasaran strategik dengan ukuran ukuran pencapaiannya. b. Komunikasi dan Hubungan Balanced scorecard memperlihatkan kepada setiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen karena oleh tujuan tersebut dibutuhkan kinerja karyawan yang baik. Untuk itu, balanced scorecard menunjukkan strategi yang menyeluruh yang terdiri dari tiga kegiatan: 1) Comunicating and educating 2) Setting Goals 3) Linking Reward to Performance Measures c. Rencana Bisnis Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Hampir semua organisasi saat mengimplementasikan berbagai macam program yang mempunyai keunggulannya masing-masing saling bersaing antara satu dengan yang lainnya. Keadaan tersebut membuat manajer mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan ide-ide yang muncul dan berbeda di setiap departemen. Akan tetapi dengan menggunakan balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan ke arah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh. d. Umpan Balik dan Pembelajaran Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat system perusahaan, maka perusahaan dapat melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek, dari tiga pespektif yang ada yaitu: konsumen, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan untuk dijadikan sebagai umpan balik dalam mengevaluasi strategi. Balanced Sorecard merupakan sekelompok tolok ukur kinerja yang terintegrasi yang berasal dari strategi perusahaan dan mendukung strategi perusahaan di seluruh organisasi. Suatu strategi pada dasarnya merupakan suatu teori tentang bagaimana mencapai tujuan organisasi. Dalam pendekatan Balanced Scorecard, manajemen puncak menjabarkan strateginya kedalam tolak ukur kinerja sehingga karyawan memahaminya dan dapat melaksanakan sesuatu untuk mencapai strategi tersebut (Wijaya, 2003). 2.6 Pengukuran Kinerja Dengan Balanced Scorcared Pengukuran kinerja merupakan hal yang penting bagi suatu organisasi, diantaranya dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan dan juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun sistem imbalan di suatu organisasi. Pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard memiliki cakupan yang cukup luas, karena tidak hanya mempertimbangkan aspek-aspek finansial tetapi juga aspek nonfinansial. Pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard merupakan alternative pengukuran kinerja yang didasarkan pada empat hal utama, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Kelebihan penggunaan Balanced Scorecard adalah bahwa dengan pendekatan Balanced Scorecard berusaha untuk menterjemahkan misi dan strategi perusahaan kedalam tujuan-tujuan dan pengukuran-pengukuran yang dilihat dari empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan tersebut. 2.6.1 Perspektif di Dalam Balanced Scorcared Balanced Scorecard menunjukkan adanya metode pengukuran kinerja yang menggabungkan antara pengukuran keuangan dan non keuangan (Kaplan dan Norton, 1996: 47). Ada empat perspektif kinerja bisnis yang diukur dalam Balanced Scorecard, yaitu: a. Perspektif Keuangan (Financial Perspective) Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton (2000) dibedakan menjadi tiga tahap: 1) Growth (Berkembang) Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan. 2) Sustain Stage (Bertahan) Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-strategi jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. 3) Harvest (Panen) Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu. b. Perspektif Pelanggan/Konsumen Kaplan dan Norton (2000: 58) menjelaskan ada dua kelompok pengukuran yang terkait di dalam perspektif peanggan, yaitu: 1) Kelompok Inti (core measurement) a) Pangsa pasar Pangsa pasar menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu. Hal itu diungkapkan dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan atau volume satuan yang terjual. b) Akuisisi pelanggan Mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan baru. Akuisisi ini diukur dengan membandingkan jumlah pelanggan dari tahun ke tahun. c) Retensi pelanggan Mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelanganpelanggan lama. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya persentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang ada saat ini dengan cara membandingkan jumlah pelanggan tahun berjalan dengan tahun sebelumnya. d) Tingkat kepuasan pelanggan Mengukur seberapa jauh pelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan. Berupa umpan balik mengenai seberapa baik perusahaan melaksanakan bisnisnya. 2) Kelompok Penunjang (performance drivers) a) Atribut-atribut Produk Tolok ukur atribut produk dilihat dari beberapa aspek: Tingkat harga eceran relatif (tingkat harga yang dibandingkan dengan tingkat harga produk pesaing). Tingkat daya guna produk (seberapa jauh produk yang telah dibeli berdaya guna bagi pelanggan). Tingkat pengembalian produk oleh pelanggan sebagai akibat ketidak sempurnaan proses produksi (cacat, rusak, atau tidak lengkap). Mutu peralatan dan fasilitas produksi yang digunakan Kemampuan sumber daya manusia Tingkat efisiensi produksi. b) Hubungan Dengan Pelanggan Tolok ukur yang termasuk sub kelompok ini, tingkat fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan para pelanggannya, penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan oleh pramuniaga serta penampilan fisik fasilitas penjualan. c) Citra dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya dimata para pelanggannya dan masyarakat konsumen. Ukuran Utama Pada Perspektif Pelanggan Sumber: Kaplan dan Norton, 2000: 60 c. Perspektif Proses Bisnis Internal Menurut Kaplan dan Norton (2000: 83) dalam proses bisnis internal, manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi: 1) Inovasi Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan pengembangan. Dalam tahap inovasi ini tolok ukur yang digunakan adalah besarnya produk-produk baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan suatu produk secara relatif jika dibandingkan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan. 2) Proses Operasional Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tolok ukur yang digunakan antara lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi . 3) Proses Penyampaian Produk atau Jasa pada Pelanggan Aktivitas penyampaian produk atau jasa pada pelanggan meliputi pengumpulan, penyimpanan dan pendistribusian produk atau jasa serta layanan purna jual dimana perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telah membeli produknya seperti layanan pemeliharaan produk, layanan perbaikan kerusakan, layanan penggantian suku cadang, dan perbaikan pembayaran. d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah (Kaplan dan Norton, 2000: 110): 1) Kepuasan Karyawan Hal yang perlu ditinjau adalah kepuasan karyawan dan produktivitas kerja karyawan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan survei secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan. Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan keahlian moral, inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan konsumen. Di dalam menilai produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan pemantauan secara terus menerus. 2) Kemampuan Sistem Informasi Perusahaan perlu memiliki prosedur informasi yang dipahami dan mudah dijalankan. Tolok ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat informasi tersebut. 3) Motivasi, pemberdayaan dan keselarasan Pegawai yang memiliki informasi yang berlimpah tidak akan memberikan kontribusi pada keberhasilan usaha, apabila mereka tidak mempunyai motivasi untuk bertindak selaras dengan tujuan perusahaan atau tidak diberi kebebasan dalam pengambilan keputusan atau bertindak . 2.6.2 Keunggulan Balanced Scorecard Balance Scorecard memiliki beberapa keunggulan (Gunawan, 2000 dalam Srimindarti, 2004): a. Komprehensif Balance Scorecard menekankan pengukuran kinerja tidak hanya aspek kuantitatif saja, tetapi juga aspek kualitatif. Keempat perspektif menyediakan keseimbangan antara pengukuran eksternal seperti laba, sedangkan pada ukuran internal seperti pengembangan produk baru. b. Koheren Balance Scorecard mengharuskan personil untuk menentukan hubungan sebab akibat diantara berbagai sasaran yang dihasilkan dalam setiap perencanaan. Setiap sasaran yang ditetapkan dalam perspektif keuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung. c. Seimbang Keseimbangan sasaran yang dihasilkan oleh sistem perencanaan penting untuk menghasilkan kinerja keuangan yang berjangka panjang. d. Terukur Keterukuran sasaran yang dihasilkan oleh sistem perencanaan menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran yang dihasilkan oleh system tersebut. Balance Scorecard mengukur sasaran-sasaran yang sulit untuk diukur. Sasaran pada perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah untuk diukur, namun dalam Balance Scorecard sasaran ketiga perspektif non keuangan tersebut dapat diukur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar